Prasetya1pada 06 September 2006




Download 54,23 Kb.
Sana31.12.2019
Hajmi54,23 Kb.
#7274

Kebijakan terhadap Kejahatan Komputer
Dikirim oleh prasetya1pada 06 September 2006| Komentar : 0| Dilihat : 2991


Kejahatan yang berhubungan dengan komputer terjadi pertama kali di Amerika Serikat. Kasus yang sama mulai muncul di Indonesia semenjak tahun 1983. Mayoritas kejahatan yang terjadi berhubungan dengan bidang perbankan. Tercatat bentuk kejahatan yang terjadi di Indonesia adalah paling banyak pemalsuan kartu kredit untuk berbelanja di internet (carding) sebanyak 195 kasus (89,04%).

Demikian Drs Widodo SH MH, kandidat doktor dalam ilmu hukum (minat hukum pidana) menyatakan dalam ujian terbuka disertasi, yang digelar Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Rabu 6/9. Bertindak selaku promotor Prof Dr Made Sadhi Astuti SH, dan koprpomotor Dr I Nyoman Nurjaya SH MH serta Dr Sarwirini SH MH. Sementara tim dosen penguji terdiri dari Prof Dr Moch Munir SH, Prof Masruchin Ruba'i SH MS, dan Prof Dr Paulus Hadisuprapto SH MH.

Dalam disertasi berjudul ”Kebijakan Kriminal terhadap Kejahatan yang Berhubungan dengan Komputer di Indonesia”, Widodo mengatakan ada dua bentuk kejahatan yang berhubungan dengan komputer. Pertama, kategori kejahatan yang menjadikan komputer sebagai sasaran seperti perbuatan akses tidak sah (illegal access), penyadapan tidak sah (intercepting), perusakan data (data interference) dalam bentuk defacing dan cracking, penyebaran virus (worm), perusakan sistem komputer (system interference) dan lainnya. Dan kedua, bentuk kejahatan yang menggunakan komputer sebagai sarana seperti perbuatan pemalsuan kartu kredit (carding), pelanggaran hak cipta (copyright), pornografi, pencucian uang (money laundry), dan lainnya.

Untuk penyusunan disertasinya, Widodo mengadakan penelitian mengenai bentuk kejahatan yang berhubungan dengan komputer, faktor penyebabnya jenis pidana yang digunakan dan langkah-langkah kebijakan yang diambil.

Ia juga menyebutkan bahwa motivasi dari pelaku dalam kejahatan komputer di Indonesia didorong lebih dari satu motivasi. Di antaranya adalah mencoba kemampuan dan keterampilan diri dalam mengoperasikan teknologi informasi, mencoba untuk menguji kemampuan pihak lain yang mengelola dan mengamankan situs/website. Mereka juga ingin dianggap sebagai pahlawan (hero), memperkenalkan atau mempopulerkan kelompok hacker, pelampiasan kekecewaan, memperoleh uang, balas dendam, motif politik dan persaingan usaha.

Di Indonesia karakteristik kejahatan komputer bersifat lintas negara bukan menggunakan komputer konvesional dan bukan kejahatan yang berkelompok atau korporasi. ”Mereka (penjahat komputer) rata-rata memiliki pendidikan yang tinggi termasuk mahasiswa dan berjenis kelamin laki-laki,” terang Widodo. Secara kriminologis dalam perspektif teori anomie, Emille Durkheim, sebagian golongan pengguna internet yang menyatakan semua kegiatan internet tidak dapat diatur dengan hukum (Manifesto Hacker). Ini menyebabkan kejahatan yang berhubungan komputer merajalela.

Dalam disertasinya, Widodo menyimpulkan, jenis pidana yang dapat mengancam dan dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan yang berhubungan dengan komputer pun dibagi menjadi dua pula. Kejahatan yang menjadikan komputer sebagai sasaran diancam pidana penjara atau pidana kerja sosial dan pidana denda. Sedangkan pelaku kejahatan yang menggunakan komputer sebagai sarana diancam pidana penjara dan denda. Pidana dalam bentuk kerja sosial dan pengawasan mempunyai banyak keunggulan dibandingkan pidana penjara sesuai dengan karakteristik pelaku kejahatan yang berhubungan dengan komputer.

Kebijakan kriminal terhadap kejahatan dengan komputer di Indonesia ada dua yaitu kebijakan penal dan kebijakan non penal. Kebijakan penal melakukan kriminalisasi. Sedangkan kebijakan nonpenal melakukan upaya untuk mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kejahatan dan pemidanaan melalui media massa. Widodo menyarankan perlu adanya ketentuan hukum pidana untuk mengadili kejahatan yang berhubungan dengan komputer, pidana percobaan dapat dijatuhkan terhadap pelaku yang menjadikan komputer sebagai sasaran, selain itu legislator perlu mengubah pembagian jenis kejahatan yang berhubungan dengan komputer.

Pada yudisium, Widodo dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude, dan berhak menggunakan gelar doktor dalam ilmu hukum (minat hukum pidana).

Dr Drs Widodo SH MH, pria kelahiran Blitar 39 tahun silam, adalah PNS Kopertis VII Jawa Timur yang ditugaskan pada Universitas Wisnuwardhana Malang sejak 1991, dan menduduki jabatan akademik lektor kepala sejak 2005. Menjabat sebagai Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNiversitas Wisnuwardhana (sejak 2001), Sekretaris Lembaga Pengkajian HUkum dan Pemerintahan Universitas Wisnuwardhana (sejak 2005). Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di kota kelahirannya, Blitar. Menyelesaikan S1 Pendidikan Ilmu Sosial dari IKIP Malang (1990), dan S1 Ilmu Hukum dari Universitas Wisnuwardhana (1995), S2 Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Brawijaya (2001). [vty]
Download 54,23 Kb.




Download 54,23 Kb.