MEMBUKUKAN KARYA SISWA,
MENDOKUMENTASIKAN PENGETAHUAN
-
Sebuah Upaya Menjadi Guru Inovatif
Oleh: St. Kartono
”Ketahuilah bahwa tujuan utama edukasi, atau apapun, adalah melakukan sesuatu untuk membantu orang lain,” tutur Profesor Hiroshi Amano, penerima Hadiah Nobel Fisika 2014. Ya, pendidikan mestinya melakukan sesuatu untuk membantu orang lain. Penegasan Amano tersebut kiranya tidak berlebihan jika disandingkan dengan ungkapan pengalaman dan tulisan karya ilmiah remaja. Riset siswa (betapapun sederhananya) dapat dimaknai sebagai penyelidikan, penelitian suatu masalah secara sistemis, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian, mendapatkan fakta yang baru, atau melakukan penafsiran yang lebih baik. Untuk itu, perlu kiranya mendokumentasi sejarah berpikir dan menjadikannya sumber belajar bagi sesama siswa, pun kebanggaan pribadi yang melakukannya.
Brown (2001) mengingatkan para guru bahwa siswa membutuhkan orang lain yang mampu mendorong dan menghargai usaha-usahanya. Guru berperan sebagai pemandu atau fasilitator terhadap pemikiran-pemikiran kecil para murid, salah satunya dengan cara membukukannya. Proses membukukan karya tulis atau hasil riset membutuhkan kerja sama antara guru pembimbing riset dan bahasa.
Memulai proses model Brown
Menulis dapat dianalogikan dengan berenang. Eric Lenneberg, seorang psiko-linguis, berpendapat bahwa manusia secara umum akan belajar berjalan dan bicara, tetapi untuk belajar berenang dan menulis merupakan hal yang khusus secara budaya, tingkah laku yang harus dipelajari. Manusia akan belajar berenang jika ada air yang dapat merendam seluruh tubuh dan biasanya bila ada orang yang mengajarinya.
Pembelajaran menulis di kelas lazim berorientasi pada hasil. Hampir semua guru yang mengajarkan menulis berkonsentrasi pada hasil akhir yang berupa produk esai, laporan, atau cerita. Komposisi harus memenuhi standar tertentu, merefleksikan kebenaran tatabahasa, dan diorganisasikan dengan cara yang akan dianggap oleh para pembaca sebagai hal yang tertib. Siswa harus menyamai model komposisi atau melebihinya, kemudian hasil akhir siswa akan diukur melalui kriteria tentang isi di dalamnya, pengorganisasian, penggunaan kosa kata, penggunaan tata bahasa, dan perhatian mekanis seperti pengejaan dan pemenggalan.
Para guru sekarang dapat mencoba mengembangkan bentuk pendekatan proses dalam instruksi penulisan. Mereka terlibat dengan siswa sebagai kreator bahasa, saat mereka bisa terfokus pada isi dan pesan pada tulisan. Proses ala Brown (2001) memberikan petunjuk seperti berikut ini.
-
Fokuskan pada proses penulisan yang menuju hasil tulisan akhir;
-
Bantu para siswa yang masih belajar untuk memahami proses penyusunan mereka sendiri;
-
Bantu mereka untuk membangun strategi pada awal penulisan, konsepnya, dan penulisan kembali;
-
Beri waktu bagi siswa untuk menulis dan menulis kembali;
-
Tempatkan hal yang paling penting pada proses revisi;
-
Biarkan siswa menemukan yang ingin mereka sampaikan saat mereka menulis;
-
Beri siswa umpan-balik pada semua proses penyusunan (tidak hanya pada hasil akhir saja) saat mereka membawa ekspresi mereka lebih dekat pada maksud yang diinginkan;
-
Tegaskan umpan-balik, baik dari guru maupun dari teman sebayanya;
-
Masukkan konferensi individu antara guru dan murid selama proses penyusunan.
Pendekatan pada proses penulisan harus terlihat sebagai cara pandang keseimbangan antara proses dan produk. Seperti dalam kebanyakan pendekatan pengajaran bahasa, guru dapat cenderung menekankan pada kelanjutan proses, sehingga hasil akhir menjadi kurang penting. Jangan sampai hal itu terjadi! Hasil adalah tujuan utama, hal ini adalah alasan kita menjalani semua proses awal penulisan, pembuatan konsep, revisi, dan pengeditan. Tanpa hasil akhir yang benar-benar dapat dilihat, guru tidak dapat melakukan revisi. Proses bukanlah sebuah akhir, proses adalah jalan untuk menuju akhir.
Membimbing penulisan
Peran guru adalah fasilitator dan pelatih, bukan sebagai pengadil yang otoriter atau wasit. Sebagai fasilitator, guru memberikan panduan untuk membantu siswa berhubungan dengan proses pemikiran dalam penyusunan, dengan semangat menghormati opini siswa, tidak harus menekankan pemikiran guru dalam tulisan para siswa. Ada garis panduan untuk membuat guru berkomentar lebih efektif. Sebagai contoh (a) meminta informasi spesifik, (b) membuat komentar tentang tata bahasa, dan (c) membuat rangkuman komentar positif. Kita masih mengeksplorasi cara untuk memberikan umpan-balik yang optimal pada tulisan para siswa.
Ada beberapa panduan Brown untuk merespon hasil karya siswa.
-
Tahan godaan untuk memperbaiki kesalahan gramatikal. Tandai secara langsung, misalnya dengan menggarisbawahi atau secara tidak langsung dengan tanda cek (√) di samping baris tempat kesalahan terjadi.
-
Secara umum tahan godaan untuk menulis kembali kalimat-kalimat siswa.
-
Beri komentar secara keseluruhan, dalam hal kejelasan keseluruhan tulisan dan pengorganisasian struktur secara umum.
-
Beri komentar pada paragraf pendahuluan.
-
Beri komentar pada bagian yang tidak relevan dengan topik.
-
Tanyakan pilihan kata yang jelas-jelas tidak relevan dengan topik.
Pemberian tenggang waktu yang cukup akan menjadikan siswa yang “baik” mengembangkan proses efisiensi untuk mencapai hasil akhir. Jadi, salah satu tujuan guru adalah mengajari siswa untuk membuat kemungkinan terbaik menggunakan batasan waktu. Hal tersebut mungkin mengorbankan beberapa waktu proses, tetapi guru dapat membantu siswa berhubungan dengan batasan waktu.
Membukukan hasil
Paparan dalam dua sub-bab di atas dominan berkaitan dengan cara menulis dan membimbing siswa menuliskan pikirannya. Artinya, tata cara penulisan laporan tidak bisa diabaikan begitu saja dibandingkan dengan isi laporan. Menuliskan laporan (apapun bentuk wacananya) adalah menyampaikan nilai-nilai (values) keutamaan hidup bagi siapapun yang membacanya. Hasil akhir sebuah tulisan adalah untuk pembaca. Perlu ada keakuratan pilihan kata. Siswa perlu memperbaiki, mengklarifikasi, atau menarik kembali pilihan kata. Siswa yang belajar menulis seringkali merasa bahwa kegiatan menyerahkan hasil tulisan kepada guru adalah sesuatu yang tidak menyenangkan seperti menempatkan mereka dihadapan regu tembak.
Menuliskan sampai membukukan karya di tingkat sekolah menengah tidaklah berhenti pada mekanisme teknis para siswa menjalankan tugas dari para guru. Dalam proses menulis termuat berbagai aktivitas, mulai dari motivasi, membangun kepercayaan, memberikan pujian, bahkan mengasah keberanian para siswa untuk dievaluasi. Membukukan karya siswa adalah salah satu cara untuk menumbuhkan kebanggaan siswa akan karya tulisannya sendiri.
Antologi, bunga rampai, atau kumpulan tulisan biasanya dikerjakan oleh seseorang yang terampil, misalnya dalam hal penataan atau penggunaan komputer.
| Kompyuter (ing . computer - hisoblayman), EHM (Elektron Hisoblash Mashinasi) - oldindan berilgan dastur (programma) boʻyicha ishlaydigan avtomatik qurilma. Elektron hisoblash mashinasi (EHM) bilan bir xildagi atama. |
Dengan kata lain, peran guru pun bisa terbatas dalan proses pembimbingan sampai dengan bahan siap dikerjakan oleh editor atau ahli teknologi informasi. Dalam pemikiran Brown, yang harus diajarkan kepada para siswa perihal menulis sampai dengan membukukan tulisan, tidak lain adalah penghargaan kepada pikiran yang bebas dan pemanfaatan bahasa untuk mengungkapkan pikiran. Para siswa membutuhkan orang lain yang mampu mendorong dan menghargai usaha-usahanya.
Sumber Pustaka
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principle, An Interactive Approach to Language
Pedagogy (Second Edition). New York: Addison Wesley Longman.
Ruwanto, Bambang.2015. Menulis Buku, Membagi Ilmu. Yogyakarta: Nugra Media.
Kartono, St. 2006. Pembelajaran Menulis Model Brown. Jakarta: Konferensi Guru Indonesia.Jakarta - Indoneziyaning poytaxti. Yava o.ning shim.-gʻarbiy sohilida, Chilivung daryosining Yava dengiziga quyilish joyida. Iutimi tropik ekvatorial; yillik oʻrtacha t-ra 27°. Yiliga 1800 mm yogʻin yogʻadi; havoning namligi 80%.
St. Kartono. Guru di SMA Kolese De Britto, sejak 1991. Lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, IKIP Sanata Dharma dan Pascasarjana Linguistik Terapan, Universitas Negeri Yogyakarta. Telah mengorankan lebih dari 450 artikel di Harian JOGJA, BERNAS, KOMPAS, Kedaulatan Rakyat, Majalah BASIS, Solo Pos, Suara Pembaruan, RadarJogja. Empat dari sebelas bukunya: Menulis Bersama Murid (Pintal, 2015), Menjadi Guru Untuk Muridku (Kanisius, 2011, cetak ke-4), Menulis Tanpa Rasa Takut (Impulse-Kanisius, 2009), Sekolah Bukanlah Pasar (Buku KOMPAS, 2009).
|
|