• Sumber: Kemdikbud Gambar 9.6 Proses jual-beli barang
  • B. Macam-Macam Mu’āmalah
  • 2) Macam-Macam Ribā
  • Sumber: Kemdikbud Gambar 9.7 Seorang pedagang memberikan barang dagangannya ke pembeli
  • 2. Utang-piutang a. Pengertian Utang-piutang
  • Tidak diperdagangkan




    Download 11.8 Mb.
    bet41/53
    Sana12.12.2020
    Hajmi11.8 Mb.
    #12895
    1   ...   37   38   39   40   41   42   43   44   ...   53

    A. Pengertian Mu’āmalah
    Mu’āmalah dalam kamus Bahasa

    Indonesia artinya hal-hal yang

    termasuk urusan kemasyarakatan

    (pergaulan, perdata, dsb). Sementara

    dalam fiqh Islam berarti tukar-

    menukar barang atau sesuatu yang

    memberi manfaat dengan cara yang

    ditempuhnya, seperti jual-beli, sewa-

    menyewa, upah-mengupah, pinjam-

    Sumber: Kemdikbud

    Gambar 9.6 Proses jual-beli barang

    Dalam melakukan transaksi

    ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam,

    Islam melarang beberapa hal di antaranya seperti berikut.



    1.

    2.

    3.



    4.

    5.

    6.



    Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.

    Tidak boleh melakukan kegiatan riba.

    Tidak boleh dengan cara-cara ẓāl³m (aniaya).

    Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.

    Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.

    Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.




    Aktivitas Siswa:

    1. Carilah dalil-dalil (ayat atau hadis) yang menjelaskan larangan-larangan tersebut di

    atas!

    2. Jelaskan pesan-pesan yang terkandung dalam ayat dan hadis yang kamu temukan



    tersebut, dan hubungkan dengan keadaan sekarang!

    144


    Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK









    meminjam, urusan bercocok tanam,

    berserikat, dan usaha lainnya.



    B. Macam-Macam Mu’āmalah
    Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’āmalah, di

    sini akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.



    1. Jual-Beli

    Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda untuk

    memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai

    dengan firman Allah Swt. berikut ini:

    Artinya:”... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

    (Q.S. al-Baqarah/2: 275).

    Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nilainya,

    dan agar tidak terjadi kekurangan di belakang hari, al-Qur’ãn menyarankan agar

    dicatat, dan ada saksi, lihatlah penjelasan ini pada Q.S. al-Baqarah/2: 282.



    a. Syarat-Syarat Jual-Beli

    Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Islam tentang jual-beli adalah

    sebagai berikut.

    1) Penjual dan pembelinya haruslah:

    a) ballig,

    b) berakal sehat,

    c) atas kehendak sendiri.

    2) Uang dan barangnya haruslah:

    a) halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan

    berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;

    b) bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama

    dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros.

    Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara

    syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

    (Q.S. al-Isrā’/17: 27)

    c) Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual barang

    yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan dalam

    laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan sebab semua itu

    mengandung tipu daya.


    Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

    145








    d) Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.

    e) Milik sendiri, sabda Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli melainkan

    atas barang yang dimiliki.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

    3) Ijab Qobul

    Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.”

    Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan demikian, berarti jual-beli

    itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya

    jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)
    b. Khiyār

    1) Pengertian Khiyār



    Khiyār adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli atau

    membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyār karena

    jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada unsur paksaan

    sedikit pun. Penjual berhak mempertahankan harga barang dagangannya,

    sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang

    diyakininya. Rasulullah saw. bersabda, “Penjual dan pembeli tetap dalam



    khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar

    dan suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka jual-belinya akan

    memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan

    sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual-belinya.”

    (HR. Bukhari dan Muslim)

    2) Macam-Macam Khiyār

    a) Khiyār Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada di

    tempat berlangsungnya transaksi/tawar-menawar, keduanya berhak

    memutuskan meneruskan atau membatalkan jual-beli. Rasulullah

    saw. bersabda, “Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan

    meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” (HR.

    Bukhari dan Muslim).

    b) Khiyār Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli.

    Misalnya penjual mengatakan, “Saya jual barang ini dengan harga



    sekian dengan syarat khiyar tiga hari.” Maksudnya penjual memberi

    batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya

    pembelian tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli mengiya-

    kan, status barang tersebut sementara waktu (dalam masa khiyār) tidak

    ada pemiliknya. Artinya, si penjual tidak berhak menawarkan kepada

    orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak

    jadi, barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah saw.

    bersabda kepada seorang lelaki, “Engkau boleh khiyār pada segala



    barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam.” (HR. Baihaqi

    dan Ibnu Majah)


    146

    Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK

    c) Khiyār Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan barang

    yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau

    nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan sesegera mungkin.



    Penjual Susu yang Jujur
    Dikisahkan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, ada seorang ibu dan putrinya yang

    pekerjaan sehari-harinya adalah menjual susu. Pada suatu malam sang Ibu berkata

    kepada putrinya, “Campurkan susu murni ini dengan air agar jumlahnya lebih banyak.

    Kita akan untung banyak juga.”

    Dengan wajah kaget sang Putri berkata, “Jangan, Bu, Khalifah Umar melarang itu.”

    Sang Ibu berkata, “Khalifah Umar tidak akan melihat kita.” Mendengar jawaban ibunya

    sang Putri spontan berkata,”Memang Khalifah tidak melihat kita, tetapi Allah melihat

    perbuatan kita.” Tanpa sepengetahuan mereka, Khalifah Umar yang sedang berkeliling

    mengontrol rakyatnya mendengar perbincangan itu. Dalam hati Khalifah bergetar, dan

    memuji kejujuran perilaku gadis itu, “Subhanallah, sunguh mulia akhlak gadis itu.”

    (Dikisahkan dari 365 Kisah Teladan Islami - Ariany Syurfah)


    c. Ribā

    1) Pengertian Ribā

    Ribā adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering

    terjadi dalam pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.



    Ribā, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya haram. Sanksi

    hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan bahwa,

    Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang mewakilkan,

    orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim). Dengan

    demikian, semua orang yang terlibat dalam riba sekalipun hanya sebagai saksi,

    terkena dosanya juga.

    Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti

    emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat:

    a) sama timbangan ukurannya; atau

    b) dilakukan serah terima saat itu juga,

    c) secara tunai.

    Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya,

    namun tetap harus secara tunai dan diserahterimakan saat itu juga. Kecuali barang

    yang berlainan jenis dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku

    ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.


    Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti


    147





    2) Macam-Macam Ribā

    a) Ribā Faḍli, adalah pertukaran

    barang sejenis yang tidak sama

    timbangannya. Misalnya,

    cincin emas 22 karat seberat 10

    gram ditukar dengan emas 22

    karat namun seberat 11 gram.

    Kelebihannya itulah yang

    termasuk riba.

    b) Ribā Qorḍi, adalah pinjam-



    Sumber: Kemdikbud

    Gambar 9.7 Seorang pedagang memberikan barang

    dagangannya ke pembeli

    mengembalikannya. Misal si

    A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp100.000,00 asal si B bersedia

    mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang

    disebut riba.

    c) Ribā Yādi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya,

    namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti

    penjualan kacang, ketela yang masih di dalam tanah.

    d) Ribā Nas³’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa

    waktu kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di

    pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau setelah layak dipetik.

    Atau, membeli padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah panen.


    Aktivitas Siswa:

    1. Banyak kegiatan di tengah-tengah masyarakat yang bisa dikategorikan ribā. Coba

    carilah kegiatan-kegiatan tersebut!

    2. Jelaskan bagaimana tanggapanmu tentang kegiatan tersebut!


    2. Utang-piutang

    a. Pengertian Utang-piutang

    Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang

    dengan catatan akan dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan

    tidak mengubah keadaannya. Misalnya utang Rp100.000,00 di kemudian hari

    harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang kepada seseorang berarti

    menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.



    b. Rukun Utang-piutang

    Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:

    1) yang berpiutang dan yang berutang

    2) ada harta atau barang


    148



    Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK






    meminjam dengan

    syarat

    harus memberi kelebihan saat

    3) Lafadz kesepakatan. Misal: “Saya utangkan ini kepadamu.” Yang berutang

    menjawab, “Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan

    jelas) atau jika sudah punya akan saya lunasi.”

    Untuk menghindari keributan di belakang hari, Allah Swt. menyarankan agar

    kita mencatat dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.

    Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena

    kesulitan, Allah Swt. menganjurkan memberinya kelonggaran.
    Artinya: “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah

    tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu

    menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..” (Q.S.

    al-Baqarah/2: 280)

    Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas

    kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan tersebut halal bagi

    yang berpiutang, dan merupakan suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah

    saw. bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya

    ketika membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra. berkata,

    Rasulullah saw. telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan



    yang lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. bersabda,

    Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membayar



    utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

    Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang

    melunasi utang dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh.

    Tambahan pelunasan tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw.

    berkata “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia semacam dari

    beberapa macam ribā.” (HR. Baihaqi)
    3. Sewa-menyewa



    Download 11.8 Mb.
    1   ...   37   38   39   40   41   42   43   44   ...   53




    Download 11.8 Mb.